Tiga Generasi Perupa Bandung, bersama-sama menyuguhkan karya-karya lukisan yang di gelar dalam pameran seni rupa mengisi tahun baru dengan memberikan penanda bangkit dan semangart berkontribusi untuk ruang rupa. Tiga Generasi Perupa Bandung hadir, dalam Ekspresi Rupa yang menghadirkan keberagaman artistik dari tiga generasi perupa. Pameran ini mengeksplorasi perbedaan dan kesamaan dalam gaya lukisan, pengalaman, serta latar belakang mereka.
Para perupa tiga generasi Bandung tersebut diantaranya: Basuki Bawono, Deden Imanudin, Supriyatna, Epi Gunawan, Heri Heriana, Jatnika Darajatun, Nina Sarinah, Rendra Santana, Saeful Bachri, Setiyono Wibowo, Tjutju Widjaja, Trisna Batara, Warli Haryana, Yandi Manusia Emas.
Pameran tersebut dilaksanakan pada tanggal 1 s/d 15 Februari 2024, yang bertempat di Grand Hotel Preanger, Jl. Asia Afrika No. 81, Kota Bandung. Adapun acara pameran dibuka oleh Dr. Buky Wibawa Karya Guna, M.Si. (Buki Wikagoe-anggota DPRD Jawa Barat), kemudian pengantar pameran oleh Dr. Supriatna, S.Sn., M.Sn. (Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Sistem Informasi dan Kerjasama-ISBI Bandung) dan dikuratori oleh Warli Haryana, S.Pd., M.Pd. (Ketua Prodi Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI).
Warli Haryana selaku kurator menjelaskan bahwa Lintas generasi ini dapat dijadikan sebagai “connectivity in art” yang erat hubungannya merawat keberlangsungan seni, dalam artian ruang seni nampaknya diperlukan konektifitas lintas generasi agar dapat dijadikan sebuah ruang-ruang yang menjadi pemikiran bersama dalam memasuki dunia seni yang saat ini dipenuhi dengan ragam warna, bentuk, dan konsep. Sehingga pentingnya suatu kebersamaan dalam memperdalam pemahaman tentang perkembangan seni rupa Indonesia.
Lanjut Warli, Tiga Generasi Perupa yang mewakili sebagian kecil perupa Bandung ini tumbuh dari komunitas berbeda, baik dari aspek teknis dan filsafati yang mengalir sehingga tidak heran jika karya-karya setiap seniman mengetengahkan kosarupa yang khas dengan dirinya, tanpa kehilangan ciri lukis masing-masing perupa sebagai penanda waktu ke waktu yang dapat memperkaya khazanah seni lukis di Bandung khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Sekilas jika diamati, karya-karya perupa Bandung ini mengusung tema-tema yang memiliki sarat makna dan budaya diantaranya; Kesatu, ada yang mencerminkan fondasi seni rupa Indonesia, menangkap semangat dan semarak yang muncul pada awal perjalanan seni modern di negeri ini yang memberikan landasan kuat bagi perkembangan seni rupa Indonesia. Kedua, nampak ada nuansa eksplorasi yang lebih mendalam dalam seni rupa, memecahkan batasan konvensional dan menciptakan identitas yang unik dalam karya-karya mereka. Dan Ketiga, terasa ada semangat inovatif dan pandangan masa depan, mencerminkan tantangan dan peluang zaman ini, untuk menyampaikan pesan-pesan yang relevan dalam konteks kehidupan modern. Dengan latar belakang pendidikan yang beragam, seniman-seniman ini menghadirkan wawasan yang mendalam dan refleksi tentang identitas seni rupa Indonesia di tengah perubahan zaman.
Karya ini dapat ditelisik dari contoh karya Trisna Batara, dalam judul karyanya ILALANG, ini sebagai hasil observasi selama tiga bulan di sekitar hutan kota Bandung Baksil sebagai paru-paru kota. Dengan karya mix medianya selain cat acrylic ia mengolah daun, ranting dan akar kayu yang semakin melimpah sebagai kepedulian terhadap hutan kita yang kian kritis.
Kemudian karya Warli Haryana, yang menandai tentang TIGA PILAR KEHIDUPAN dengan teknik mix media – cat acrylic, karyanya memaknai sebuah kehidupan bahwa hidup itu harus memilih 3 pilar penting untuk menemukan jalan masa depan. Dengan semangat juang disertai keyakinan diri dan doa. Hakikatnya roda kehidupan kita dapat melalui jalan keikhlasan, niat suci dan tujuan hidup yang membawa manfaat.
Karya-karya budaya pun dapat disuguhkan di sini, diantararanya karya Supriyatna, yang mengangkat tentang KETIKA KESUCIAN SINTA DI RAGUKAN. Adakah sang perupa sedang mempresentasikan dalam makna simbolik bahwa kesetiaan dan loyalitas harga diri seorang wanita sangat diagungkan, sehingga sebuah kesucian masih menjadi harga mati bagi aturan hidup yang berlaku.
Tak lupa akan makna budaya karya Heri Heriana yang berjudul NGAREBAB dengan media cat minyak di atas kanvas, memiliki makna tentang Sikap bijak dan mengayomi harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Jangan egois karena merasa diri lebih berpengalaman atau lebh pintar, karena sejatinya keberagaman itu indah. Seperti memainkan alat musik rebab yang mampu menyelaraskan cengkok dari nada baik interpretasi nada gamelan, suara sinden maupun suara laki-laki.
Tokoh-tokoh perupa lainnya seperti Basuki Bawono, yang tetap eksis berkiprah dalam pergulatan karya seninya sebagai Generasi babad alas salah satu tokoh pelukis Bandung yang tak diragukan lagi melukiskan tentang EAGLE CHARM. Kemudian pelukis Jatnika Darajatun yang memberikan judul Hole in One (My Boss). Pelukis Nina Singer menampilkan karya berjudul Sang Dalang. Pelukis Yandi Manusia Emas, judul karyanya Move On. Tjutju Widjaja, dengan karyanya berjudul Shufa, dan pelukis lainnya.
Sebagai penutup Warli memberikan ungkapan bahwa Pameran Seni Rupa Tiga Generasi Bandung ini merupakan program penanda awal tahun yang dapat dijadikan artefak berkesenian agar tidak terlena dalam kerinduan yang tak terbalas, akibat kemandegan gagasan dan kekaryaan yang tidak dimulai dari adanya ruang rupa sebagai wadah komunitas seni yang memadai. Bahasa asyiknya seorang seniman itu jangan lupa untuk NGOPI (ngobrolin pemikiran seni), sebab seniman itu perlu ngobrolin pemikiran seni dari histori dulu, kini dan masa depan. Disitulah asyiknya, maka seorang seniman akan menemukan letaknya nikmat minum kopi jika dibumbui dengan diskusi, imajinasi dan gagasan kreatifiti seni untuk negeri. (**WH-2024-02-01)